Penilai kebaikan sendiri adalah Tuhan


"Semut di seberang lautan nampak, namun gajah di depan mata tidak terlihat" Pepatah tersebut tentu sudah sangat sering kita dengar, yang bermakna kesalahan orang lain sekecil apapun terlihat sedangkan kesalahan kita yang besar seolah-olah tidak nampak.

Kondisi ini banyak kita lihat dan dengar dalam kehidupan sehari-hari. Pengalaman inipun terjadi dalam kehidupan pada orang-orang yang ada di sekeliling saya, yang menganggap merekalah yang terbaik dan orang lain itu jelek semua kelakukannya.

Beberapa hari lalu sejumlah kelompok sebut saja, “Pertama” beranggapan bahwa satu institusi tertentu sangat buruk, karena tidak bisa berbuat seperti apa yang mereka harapkan. Mereka kemudian membuat topik diskusi dalam room BBM “bagaimana tanggapan anda tentang institusi ini??

Beragam argumen mereka lontarkan, tentunya yang jelek-jelak saja yang disebutkan. Hal ini sesuai dengan fakta-fakta dan opini yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Namun ditengah-tengah berbincangan yang seru tadi, tiba-tiba ada satu orang yang berpendapat lain dengan kebanyakan orang yang mengatakan institusi tersebut buruk, seseorang tadi mengatakan tidak semuanya demikian, banyak contoh yang bisa kita lihat” katanya.

Namun apa yang terjadi, sekelompok orang tadi justru membeberkan lebih banyak kejelekan institusi tersebut, tanpa perduli lagi dengan kejelakan yang sudah dia lakukan. Alih-alih sadar, sekelompok orang itu kemudian mengatakan, “saya memang tidak lebih baik, namun saya tidak seperti mereka yang selalu begini dan begitu”. Yang lainnya kemudian menimpali, “Kebaikan saya juga tidak lebih dari 50 persen, namun saya tidak sejahat dia”

Ada pengakuan dari mereka, namun demikian pembelaan atas kebaikan mereka tetap saja disebutkan. Sementara dengan isntitusi yang dijelekan hanya keburukan yang selalu diutarakan, tanpa menyertakan sedikitpun kebaikan yang sudah dilakukan.

Lantas apa bedanya mereka dengan intistusi tersebut, kalau toh kebaikan yang mereka lakukan baru sebatas 50 persen saja, berarti mereka tidak lebih baik dong. Sebab belum tentu juga orang yang mereka jelekan tersebut kejelekannya sampai dengan 50 persen saja.

Kasus ini bermula dari penanganan masalah yang dilakukan oleh institusi tersebut, namun oleh sekelompok orang tadi dianggap tidak beres, dan dimungkinkan ada permainan didalamnya. Tak ayal institusi yang dituding “bermain” inipun menjadi berang, karena dia sudah merasa berbuat maksimal, dan tidak mungkin melakukan tindakan tercela dengan melakukan “permainan” atas masalah yang ditangani. Perdebatan panjang tanpa solusi akhirnya tidak dapat dihindari, sama-sama mengklaim paling benar.

Kalau menurut saya pribadi, sebenarnya persoalan tersebut tidak sebesar yang mereka kira, apalagi sampai berprasangka yang demikian buruknya dan kemudian beropini dengan hal yang tidak-tidak, tanpa melihat diri mereka sejatinya seperti apa.

Kebaikan adalah keniscayaan, yang tidak perlu kita sebutkan bahwa diri kita adalah orang baik.  Karena kebaikan bukan sebuah ucapan dari mulut kita,  karena kebaikan itu hanya dirasakan oleh orang-orang yang merasakan kebaikan kita. Penilai kebaikan sendiri adalah Tuhan.(***)

0 komentar:

Posting Komentar